Beranda

5 Faktor Psikologis yang Membuat Orang Sulit Menabung

Bagikan ke

Faktor

Menabung adalah salah satu aspek penting dalam pengelolaan keuangan pribadi. Namun, meskipun banyak orang menyadari pentingnya menabung, tidak sedikit yang mengalami kesulitan untuk melakukannya. Salah satu penyebab utama dari masalah ini adalah faktor psikologis yang memengaruhi perilaku keuangan seseorang. Bayangkan jika, setiap awal bulan, gaji masuk, semangat membara, niat menabung pun berkobar. Tapi tak sampai pertengahan bulan, saldo rekening tinggal separuh, dan akhir bulan? Tabungan impian hanya jadi wacana. Kedengarannya familiar?

Jika iya, kamu tidak sendirian. Banyak orang mengalami hal serupa niat kuat untuk menabung selalu ada, tapi praktiknya sulit diwujudkan. Ini bukan semata soal penghasilan kecil atau kebutuhan yang banyak. Ada faktor lain yang bekerja diam-diam, dan sebagian besar berasal dari dalam diri kita sendiri atau faktor psikologis. Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai faktor psikologis yang membuat orang sulit menabung dan bagaimana cara mengatasinya.

1. Ketidakpastian Masa Depan

A. Rasa cemas dan takut

Salah satu perihal psikologis yang membuat orang sulit menabung adalah ketidakpastian tentang masa depan. Banyak orang merasa cemas tentang apa yang akan terjadi di masa depan, baik dalam hal pekerjaan, kesehatan, maupun keuangan. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan mereka merasa bahwa menabung adalah hal yang tidak penting, karena mereka tidak yakin apakah mereka akan memiliki uang untuk ditabung di masa depan.

B. Mengatasi ketidakpastian

Untuk mengatasi ketidakpastian ini, penting untuk memiliki rencana keuangan yang jelas. Dengan menetapkan tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang, Anda dapat merasa lebih percaya diri dalam menabung. Selain itu, memiliki dana darurat juga dapat membantu mengurangi kecemasan tentang masa depan.

2.Efek Instant Gratification (Kenikmatan Instan)

Salah satu faktor terbesar yang menggagalkan upaya menabung adalah keinginan untuk mendapatkan kepuasan secepat mungkin. Dalam psikologi, ini dikenal sebagai instant gratification.Kita lebih memilih membeli kopi kekinian seharga Rp50.000 hari ini daripada menyimpannya untuk masa depan. Mengapa? Karena hasil dari menabung terasa jauh dan tak terlihat, sementara kenikmatan dari belanja bisa langsung kita nikmati.

Contoh nyata:

Bayangkan kamu ingin beli sepatu baru seharga Rp1.200.000. Sebenarnya, sepatu lama masih bagus. Tapi diskon 30% di e-commerce membuatmu merasa “sayang kalau dilewatkan.” Akhirnya, uang yang harusnya disisihkan untuk tabungan pun menguap.

3. Gaya Hidup Konsumtif

A. Pengaruh lingkungan

Faktor lain yang memengaruhi kesulitan menabung adalah gaya hidup konsumtif. Banyak orang terpengaruh oleh lingkungan sekitar mereka, termasuk teman, keluarga, dan media sosial. Ketika melihat orang lain menghabiskan uang untuk barang-barang mewah atau pengalaman, mereka mungkin merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama, meskipun itu berarti mengorbankan tabungan mereka.

B. Mengubah pola pikir

Untuk mengatasi gaya hidup konsumtif, penting untuk mengubah pola pikir Anda tentang uang. Alih-alih melihat uang sebagai alat untuk membeli barang-barang mewah, cobalah untuk melihatnya sebagai alat untuk mencapai tujuan keuangan Anda. Fokus pada nilai jangka panjang dari menabung dan berinvestasi, daripada kepuasan instan dari pengeluaran.

4. Kurangnya Tujuan Keuangan yang Jelas

A. Tidak memiliki arah

Banyak orang yang kesulitan menabung karena mereka tidak memiliki tujuan keuangan yang jelas.Salah satu faktor psikologis utama yang membuat menabung terasa berat adalah karena tidak ada tujuan yang spesifik. Menabung hanya menjadi kegiatan yang “seharusnya dilakukan,” tanpa arah atau makna.Tanpa tujuan yang spesifik, sulit untuk memotivasi diri untuk menabung. Ini dapat menyebabkan perasaan putus asa dan kebingungan tentang bagaimana mengelola keuangan.

B. Menetapkan tujuan yang SMART

Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk menetapkan tujuan keuangan yang SMART (Spesifik, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound). Misalnya, daripada hanya mengatakan “saya ingin menabung,” cobalah untuk menetapkan tujuan yang lebih spesifik, seperti “saya ingin menabung Rp 5.000.000 dalam enam bulan untuk liburan.” Dengan memiliki tujuan yang jelas, Anda akan lebih termotivasi untuk menabung.

5. Pola Asuh dan Lingkungan Masa Kecil

Terkadang, cara kita memandang uang terbentuk sejak kecil. Jika dalam keluarga dulu tidak ada kebiasaan menyimpan uang, atau orang tua selalu berkata “uang itu sulit,” maka alam bawah sadar kita akan mengasosiasikan uang sebagai sesuatu yang cepat habis.Pola pikir seperti ini bisa menular. Misalnya, jika sejak kecil kita melihat orang tua selalu belanja impulsif saat terima gaji, kemungkinan besar kita akan meniru kebiasaan tersebut tanpa sadar.

Baca Juga : Kesalahan Umum dalam Mengelola Keuangan dan Cara Menghindarinya

Bagikan ke